Dewan Pers (MERUNUT MEDIA HOAX DAN UPAYA MELAWANNYA)

Sejarah Maraknya Berita Hoax di Indonesia
1.      Banyak berita “gorengan” jelang Pileg dan Pilpres 2014
2.      Sejumlah pemilik media membuat partai/masuk partai dan menggunakan medianya untuk berkampanye 
3.      Ada sejumlah partai membuat media baru 
4.       Banyak wartawan ikut jadi caleg atau jadi joki politik 
5.      Sejumlah wartawan merangkap jadi tim sukses 
6.       Politisi menarik-narik wartawan, mengunjungi media/organisasi wartawan 
7.      Pubik kehilangan kepercayaan terhadap netralitas pers dan kebenaran isi media

Pada saat informasi media mainstream tak bisa dipercaya, masyarakat mencari alternatif dari media sosial.  Media sosial semacam twitter danfacebook yang awal mulanya diciptakan untuk membuat update status atau menemukan kembali temanteman lama yang berpisah berubah menjadi sarana seseorang menyampaikan pendapat politik, mengomentari pendirian orang lain. 
Grup media sosial (al WA) menjadi sarana pas karena si X mendapatkan info dari sahabatnya si Y (yang dikenal si Y). Info saling dipertukarkandan diteruskan ke grup baru tanpa mempersoalkan dari mana asal info yang diforward tersebut. Media sosial berubah fungsi menjadi ajang orang bertikai. Berita hoax marak.  Sejumlah orang membuat akun-akun palsu.  Berita hoax marak pada saat tensi politik tinggi (menjelang Pileg, Pilpres, Pilkada).
Kabar bohong atau hoax beredar di dunia maya, disebar dari satu akun ke akun lain, berpindah dari Facebook ke Twitter, Twitter ke WhatsApp grup, dan dalam beberapa jam - tanpa diketahui siapa yang pertama menyebarnya - pesan itu telah mengundang amarah atau rasa takut pengguna.
Mayoritas wartawan saat ini ternyata memilih jalan paling mudah untuk menulis, menemukan ide berita, sekaligus menverifikasi sebuah fakta hanya dengan mengandalkan sumber media sosial.
Data Media Terakhir
1.      Menurut perkiraan di Indonesia kini ada sekitar 2.000 media media cetak. Namun dari jumlah tersebut hanya 321 media cetak yang memenuhi syarat disebut sebagai media profesional (Data Pers 2015)
2.      Sedangkan media online/siber diperkirakan mencapai angka 43.300, tapi yang tercatat sebagai media profesional yang lolos verifikasi hanya hanya 168 media online saja (menyusut dari data 2014 yang mencapai 243 media online) Selain itu hingga akhir 2014 tercatat ada 674 media radio dan 523 media televisi.
BERITA BERMASALAH

Berita Abal-Abal
Cara: membuat berita miring, memojokkan, menuduh
Tujuan: Pihak yang diserang mengajak ber”damai”, memasang iklan, atau berlangganan Pembuat: wartawan abal-abal
Berita Buzzer
Cara: membuat berita untuk tujuan tertentu dan kemudian disebarkan melalui media sosial • Tujuan: mendapatkan pengikut dan memenangkan opini
 Pembuat: pihak yg dibayar oleh pemilik kepentingan
Berita Hoax
Cara: berita bohong sengaja dibuat agar jadi perbincangan di masyarakat
Tujuan: mendapatkan keuntungan karena banyak orang meng”klik” situs dan menforward berita
Pembuat: amatir yang mencari keuntungan, orang iseng, kelompok bayaran

RAGAM MEDIA ONLINE/CETAK
Bisa dibedakan dalam 4 kuadran
Kuadran
Gambaran Media/Model Jurnalisme
Pertama
Memiliki status jelas (terverifikasi di Dewan Pers), ada penanggungjawab dan alamat redaksi, memenuhi syarat UU dan peraturan DP, dikelola oleh wartawan berkompeten, isi menaati KEJ, membela kepentingan umum (dan menjalan fungsi pers secara benar)
Ke Dua
Status kurang jelas (belum memenuhui syarat badan hukum, sebagian terdaftar di DP), tapi isinya menaati KEJ, dan menjalan-kan fungsi pers secara benar, menjalankan fungsi jurnalistik de-ngan benar, sebagian memiliki penanggungjawan dan mencantumkan alamat redaksi
Ke Tiga
Status tak jelas (juga tak terdaftar di DP), tak mencantumkan penanggungjawab dan alamat redaksi, bermuatan negatif, beritanya berisi kebohongan dan memutar balik fakta, mengumbar isu SARA
Ke Empat
Status terdaftar atau terverifikasi di DP, tapi secara konten tak sesuai dengan standar jurnalisyik, dan banyak melanggara KEJ

Upaya Dewan Pers
1.      Mengembalikan otoritas pemegang kebenaran faktual kepada media mainstream
2.        Memberikan logo/QR code (tanda media terverifikasi) kepada mediamedia yang terverifikasi di Dewan Pers
3.      Memberlakukan standar kompetensi wartawan/jurnalis.

Penyalahahgunaan IPTEK
1.      Sarana teknologi tidak digunakan untuk memajukan kemanusiaan, tapi digunakan untuk hal-hal negatif.
2.      Ilmu pengetahuan dan teknologi disalahgunakan untuk hal-hal negatif, Negara harus melakukan sesuatu untuk mencegahnya
Dewan Pers mendukung masyarakat anti HOAX

Hal ini adalah upaya mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada beritaberita yang benar, upaya mengembalikan otoritas kebenaran faktual media arus utama, mengembalikan kepercayaan pada profesi jurnalis.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Jurnalistik Dunia

Analisis/Pembagian Berita di Koran

Kurangnya Kepedulian Mahasiswa Terhadap Kebersihan Lingkungan